Implementasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM): Pencapaian dan Tantangan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Februari 2022
Kategori: Opini
Dibaca: 8.389 Kali


Oleh: I Wayan Sulpai *)

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999). Oleh sebab itu, penting bagi semua pihak untuk melaksanakan penghormatan, pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM (P5 HAM).

Pemerintah sebagai pihak yang memiliki legitimasi untuk mengeluarkan produk hukum terus berupaya untuk melaksanakan P5 HAM. Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah adalah dengan melanjutkan peraturan terkait Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM). Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2015 tentang RANHAM Tahun 2015-2019 telah diperbaharui dengan menerbitkan Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2021 – 2025 sebagai lanjutan dari RANHAM sebelumnya (pemerintah telah menerbitkan 4 (empat) RANHAM, yaitu generasi ke-1 diluncurkan tahun 1998, generasi ke-2 tahun 2005, generasi ke-3 tahun 2011, dan generasi ke-4 pada tahun 2015).

RANHAM merupakan dokumen yang memuat sasaran strategis yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan P5 HAM di Indonesia. RANHAM dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksana pemerintahan dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi Aksi HAM. RANHAM juga merupakan simbol komitmen pemerintah dalam mengintegrasikan program dan kebijakan pemerintah di bidang hak asasi manusia ke dalam agenda pembangunan nasional, mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

Sebagai suatu mekanisme nasional, RANHAM menjadi program yang sangat strategis untuk menjadi acuan semua pihak untuk pengejawantahan nilai HAM pada level yang paling praktis dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan pekerjaan. Selain itu, eksistensi RANHAM merupakan bentuk kepatuhan Indonesia terhadap instrumen dan rekomendasi internasional HAM yang telah disepakati dan diratifikasi, baik di bawah mekanisme Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Badan Traktat PBB (United Nations Treaty Bodies).

PENCAPAIAN RANHAM GENERASI I s.d. IV:
Selama 4 (empat) generasi, pelaksanaan RANHAM telah menghasilkan beberapa pencapaian, di antaranya ialah:
a. Diterbitkannya peraturan dan kebijakan yang menjamin hak-hak perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat;
b. Meningkatnya pemahaman aparat pemerintah atas HAM;
c. Terlaksananya instrumen HAM dalam kebijakan pemerintah pusat dan daerah;
d. Meningkatknya aksesibilitas penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya untuk berpartisipasi di bidang sipil, politik, ekonomi, dan budaya; dan
e. Adanya upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM untuk perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat.

Selain pencapaian di atas, masih terdapat hal-hal yang menjadi catatan dalam pelaksanaan RANHAM untuk diperbaiki dan disempurnakan. Catatan ini penting untuk meningkatkan pencapaian implementasi RANHAM generasi berikutnya, terutama dalam aspek implementasi dan aspek substansi, seperti berikut:

a. Aspek implementasi, meliputi:

  • Ruang lingkup Aksi HAM generasi sebelumnya masih sangat luas dan belum fokus, sehingga sulit untuk dipantau dan dievaluasi;
  • Periode RANHAM 5 (lima) tahunan menyulitkan institusi pelaksana dalam menanggapi isu HAM yang perlu diakomodasi dengan cepat;
  • Aksi HAM masih merupakan program rutin institusi pemerintah, baik di pusat maupun daerah;
  • Belum optimalnya sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan Aksi HAM, dimana pelaporannya masih sebatas administrasi prosedural; dan
  • Pelaporan RANHAM belum optimal untuk digunakan sebagai salah satu laporan Indonesia pada forum HAM internasional..

b. Aspek substansi berupa belum optimalnya kebijakan, regulasi, dan program yang terkait dengan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM.
(sumber data: Laporan RANHAM 2020)

Adanya catatan dari pelaksanaan RANHAM generasi sebelumnya tentu menjadi tantangan yang berusaha dijawab oleh RANHAM generasi ke-5.

RANHAM GENERASI KE-5
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, Presiden pada tanggal 8 Juni 2021 telah menetapkan Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025. RANHAM Tahun 2021-2025 yang merupakan RANHAM generasi ke-5 yang berfokus pada 4 (empat) kelompok sasaran, yaitu: (i) perempuan; (ii) anak-anak; (iii) penyandang disabilitas; dan (iv) kelompok masyarakat adat. Kelompok rentan yang menjadi sasaran pada RANHAM generasi ke-5 ini didasarkan pada dinamika yang terjadi di masyarakat, seperti:

a. Kelompok perempuan: terdapat beberapa daerah di Indonesia yang belum memaksimalkan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap perempuan di berbagai bidang pembangunan.

b. Kelompok anak: masih terdapat anak-anak dalam situasi khusus yang tidak mendapatkan hak-hak dasar dan pelayanan publik, terutama dalam bidang administrasi kependudukan, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, kelompok anak juga masih sangat rentan mengalami tindak kekerasan baik secara fisik dan seksual, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk di bidang ketenagakerjaan.

c. Kelompok disabilitas: masih belum efektif dan optimalnya pelaksanaan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan hak disabilitas, meskipun sebenarnya telah ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terutama di beberapa daerah tertentu yang masih belum mengoptimalkan fasilitas kelompok disabilitas.

d. Kelompok masyarakat adat: belum tersedianya kerangka perlindungan hukum yang memadai bagi kelompok adat dan masih adanya pelanggaran hak atas lahan kelompok masyarakat ada.

Pada hari HAM sedunia tanggal 10 Desember 2021, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa Perpres Nomor 53 Tahun 2021 ini menegaskan bahwa penegakan HAM bukan hanya mencakup penghormatan dan perlindungan hak sipil dan politik saja. Penegakan HAM juga mencakup pemenuhan hak ekonomi, hak sosial, dan budaya, terutama menyasar pada kelompok-kelompok rentan yang bukan hanya perlu dilindungi, tetapi juga dipenuhi hak-haknya.

Guna memastikan program RANHAM dapat memberikan dampak positif bagi kelompok rentan yang menjadi sasaran, pemerintah perlu memperhatikan pelaksanaannya.

Secara umum, pemerintah daerah (pemda) sebagai pelaksana utama RANHAM masih mengalami kendala (baik pada aspek administratif maupun substantif), sehingga menyebabkan partisipasi pemerintah daerah dalam melaksanakan RANHAM masih belum memuaskan. Kendala yang dihadapi, antara lain: (i) Pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam melakukan pengumpulan dan pelaporan data pelaksanaan RANHAM di daerah; (ii) Aplikasi yang saat ini digunakan untuk pelaporan (serambi.ksp) juga belum optimal, sehingga besar kemungkinan terjadi kekeliruan input data pelaksanaan aksi HAM; (iii) Masih adanya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menganggap bahwa pelaksanaan RANHAM merupakan tugas dari pemerintah pusat berdampak pada minimnya alokasi anggaran untuk pelaksanaan RANHAM; (iv) terdapat kendala bagi pemda kabupaten/kota yang tidak memiliki kelompok masyarakat adat; dan (v) terdapat perbedaan persepsi dan pemahaman antara pemda dan OPD terhadap substansi aksi HAM pada RANHAM Tahun 2021-2025 yang memengaruhi koordinasi terkait pelaksanaan dan pelaporan.

Lebih jauh, sistem pemantauan dan evaluasi untuk penyelesaian kendala teknis dalam pelaporan aksi HAM di daerah masih belum maksimal penggunaannya. Hal tersebut dikarenakan adanya pemisahan antara pengoordinasian data dan pelaporan RANHAM di mana yang mengoordinasikan data adalah Biro Hukum Pemerintah kabupaten/kota sedangkan penginputan data RANHAM dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Hal tersebut mengakibatkan seringkali pelaporan ke pusat menjadi terlambat.

Partisipasi pemerintah daerah yang masih di bawah rata-rata menunjukkan bahwa pelaksanaan atau pengimplementasian Perpres Nomor 53 Tahun 2021 di tahun 2021 belum optimal, sehingga masih memerlukan perbaikan pada berbagai bagian, misalnya terkait sosialisasi dan mekanisme pelaporan kegiatan.

Merujuk pada hasil pemantauan yang kami lakukan, didapat hasil yang menunjukkan bahwa aspek sosialisasi RANHAM menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan. Panitia Nasional RANHAM dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kumham) di daerah perlu menambah frekuensi serta menguatkan semangat sosialisasi dan mekanisme pelaksanaan teknis implementasi RANHAM di sisa tahun berjalan (2022-2024). Hal ini penting untuk menumbuhkan persepsi dan kesadaran yang sama dari semua pihak bahwa RANHAM merupakan kegiatan/program pemerintah (pemerintah pusat dan pemda). Selain itu, pembenahan sarana dan prasarana pelaporan RANHAM perlu dipercepat untuk mengurangi hambatan teknis pelaporan. Hal ini penting untuk dilakukan, sehingga pemda dan pihak terkait lainnya bisa fokus kepada pencapaian outcome RANHAM. Terlihat juga bahwa koordinasi dan kerja sama antarpihak yang terkait perlu untuk terus ditingkatkan, sehingga pelaksanaan RANHAM Generasi ke-5 dapat lebih baik daripada RANHAM generasi-generasi sebelumnya. Harapannya tentu ke depan pelaksanaan RANHAM bisa lebih optimal, meskipun RANHAM Generasi ke-5 lahir di tengah situasi sulit pandemi COVID-19.

*) Analis Polhukam pada Asisten Deputi Bidang Hukum, HAM, dan Aparatur Negara, Sekretariat Kabinet RI

Opini Terbaru