Menuntaskan Rekrutmen Satu Juta Guru

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Februari 2022
Kategori: Opini
Dibaca: 4.016 Kali


Oleh: Yanuar Agung Anggoro *) dan Sarah Nurainy Bouty **)

Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat dianggap sebagai terobosan adalah rekrutmen satu juta guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021. Selama beberapa tahun terakhir, permasalahan kekurangan guru di hampir seluruh daerah di Indonesia telah menjadi seumpama benang kusut yang sulit untuk diuraikan. Jika tidak dilakukan rekrutmen guru baru, berdasarkan proyeksi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terdapat kekurangan guru sebanyak 1.090.678 guru pada tahun 2021 dan akan terus bertambah menjadi 1.312.759 pada tahun 2024.

Kebijakan rekrutmen satu juta guru seperti menjawab pertanyaan dari masyarakat tentang terobosan apa yang akan dilakukan oleh Nadiem Makarim yang dianggap sebagai Menteri yang mewakili kalangan milenial yang diharapkan dapat membawa perubahan dan terobosan segar di dunia pendidikan.

Bagi sebagian guru honorer yang berusia lebih dari 35 tahun, yang karena aturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bisa lagi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), rekrutmen guru ASN dengan status PPPK menjadi jawaban untuk memperjelas status sebagai ASN sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Dengan rencana skema gaji dan tunjangan yang akan diberikan kepada Guru PPPK, setidaknya Guru PPPK akan memperoleh gaji pokok sebesar Rp2.966.500 (untuk Golongan IX sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) ditambah tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok (jika telah memperoleh sertifikat guru) dan tunjangan lain. Ini tentu menjadi kabar gembira bagi para guru honorer yang sebagian besar menerima honor sangat rendah bervariasi dari sebesar Rp300.000 s.d. Rp900.000 setiap bulan.

Pentingnya Kompetensi
Rekrutmen guru idealnya bisa menjaring kader-kader calon guru terbaik karena guru merupakan ujung tombak pendidikan yang berperan sangat besar dalam pembangunan sumber daya manusia.  Dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mentransfer pengetahuan, yang saat ini sudah banyak dilakukan pembuat konten melalui media sosial seperti YouTube, tetapi juga mampu menjadi inspirator dan teladan yang membuka jendela berpikir dan menggugah kesadaran para pelajar.

Berkebalikan dengan harapan ideal tersebut, pengalaman Indonesia selama ini justru menunjukkan adanya kesulitan untuk merekrut guru yang ideal sesuai harapan. Terdapat dilema yang cukup rumit terkait guru yang akan direkrut, termasuk menyangkut alasan kemanusiaan yang terkadang memaksa untuk harus diterima meskipun tidak ideal.

Dalam rekrutmen satu juta guru PPPK tahun 2021, meskipun pemerintah menyatakan ada kekurangan guru sebanyak lebih dari satu juta, namun pada kenyataannya formasi guru yang kosong tersebut sebagian besar telah diisi oleh guru honorer. Berdasarkan data Kemendikbudristek tahun 2020, jumlah guru honorer (non-PNS) di sekolah negeri mencapai 742.459 orang. Jumlah ini yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan kenyataan di lapangan bisa lebih besar lagi. Jika pemerintah benar-benar menyelenggarakan rekrutmen guru PPPK tahun 2021 secara terbuka kepada Sarjana Pendidikan maupun lulusan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), terdapat kemungkinan dari 742.459 orang ini akan tergusur guru baru dan kehilangan pekerjaan.

Beberapa kelompok guru honorer telah menyampaikan aspirasi sekiranya dapat diangkat langsung menjadi guru PPPK tanpa melalui tes. Untuk menjawab aspirasi tersebut, perlu dilihat kembali bagaimana proses rekrutmen guru honorer tersebut ke satuan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa rekrutmen guru honorer selama ini tidak melalui seleksi yang ketat, sehingga kurang terjamin kualitasnya. Hal ini juga dikarenakan pemerintah tidak dapat memberikan janji kesejahteraan yang cukup bagi guru honorer, sehingga tidak ditetapkan standar dan kualifikasi tertentu dalam proses perekrutan (Sartono, 2021). Namun, meski diberi honor yang tidak layak, para guru honorer ini banyak yang tetap memilih bertahan karena adanya harapan dapat diangkat langsung menjadi pegawai negeri sipil dengan intervensi khusus (Smeru, 2020), sebagaimana pernah terjadi pada pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS pada masa lalu.

Jika saat ini pemerintah mengangkat tenaga honorer tersebut secara otomatis tanpa tes, selain akan menjadi preseden buruk untuk tahun-tahun berikutnya yaitu akan terus banyak orang menjadi tenaga honorer dengan menggunakan pendekatan patrimonialism (tanpa seleksi terbuka yang terstandar dan lebih berdasar kedekatan hubungan) dengan harapan satu saat diangkat tanpa tes, juga akan mengurangi kesempatan putra-putri terbaik bangsa lainnya (non guru honorer) yang ingin mengabdikan diri menjadi guru.

Dilema yang dihadapi adalah, di satu sisi para guru honorer yang telah mengabdi harus diperhatikan (diapresiasi) karena perannya selama ini yang signifikan dalam mendidik anak-anak Indonesia di tengah kekurangan guru ASN. Namun, di sisi lain, pemerintah harus memastikan bahwa guru-guru yang direkrut ini memiliki kualitas yang sesuai standar nasional, salah satunya diukur melalui tes kompetensi, termasuk memberi kesempatan kepada para putra-putri terbaik bangsa lainnya (non guru honorer) yang ingin mengabdikan diri menjadi guru.

Atas dilema tersebut, pemerintah telah mengambil langkah dengan membuat skema rekrutmen guru PPPK dalam 3 (tiga) tahap. Pelamar Seleksi Kompetensi I terdiri atas guru Tenaga Honorer Kategori-II dan guru honorer yang terdaftar di dapodik. Pelamar Seleksi Kompetensi II terdiri atas pelamar yang tidak lulus di Seleksi Kompetensi I, guru swasta yang terdaftar di Dapodik, dan lulusan PPG. Pelamar Seleksi Kompetensi III terdiri atas pelamar yang tidak lulus Seleksi Kompetensi I dan II. Selain itu, pemerintah juga merancang khusus nilai ambang batas untuk seleksi PPPK Guru serta adanya kebijakan afirmasi dalam seleksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi ini tidak hanya memprioritaskan pemenuhan kuota formasi, tapi juga mengutamakan pemenuhan kompetensi dan kualifikasi pendidik (Sartono, 2021).

Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, namun skema ini dianggap mampu menjadi jalan tengah untuk merekrut SDM terbaik menjadi guru sekaligus mengatasi permasalahan guru honorer.

Permasalahan Tata Kelola
Rekrutmen satu juta guru PPPK tahun 2021 juga dibayangi dengan permasalahan terkait tata kelola dan kewenangan pemerintah, yang selama ini menjadi permasalahan yang mengakibatkan Indonesia begitu sulit merekrut guru sesuai harapan. Laporan studi Smeru pada tahun 2020 menemukan adanya permasalahan pembagian kewenangan dalam rekrutmen guru antarkementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih tumpang-tindih. Dengan masing-masing lembaga memiliki objektif yang berbeda, koordinasi yang tidak optimal ikut menghambat upaya rekrutmen guru yang baik (Smeru, 2020).

Temuan Smeru terkait permasalahan kewenangan pusat dan daerah dalam rekrutmen guru di masa lalu itu dapat digunakan untuk menjelaskan permasalahan rekrutmen satu juta guru PPPK tahun 2021. Dalam proses rekrutmen Guru PPPK Tahun 2021, saat pemerintah pusat akan merekrut satu juta guru berbasis data proyeksi kekurangan guru yang bersumber dari data yang diinput oleh satuan pendidikan di daerah ke dalam sistem Kemendikbudristek, pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami urgensi maupun teknis rekrutmen guru melalui jalur ASN PPPK, terutama terkait pembiayaan gaji dan tunjangan guru PPPK oleh pemerintah daerah.

Meskipun pemerintah pusat menyatakan bahwa anggaran gaji satu juta lebih guru PPPK telah dialokasikan sebesar Rp19,39 triliun melalui Dana Alokasi Umum (DAU), namun dengan formula penghitungan DAU (formula Alokasi Dasar dan Celah Fiskal), maka tidak serta merta ada tambahan anggaran di dalam DAU yang akan diterima daerah untuk gaji dan tunjangan guru PPPK. Pemerintah daerah khawatir jika nantinya harus menjamin kelangsungan pembiayaan gaji dan tunjangan guru PPPK, terutama mempertimbangkan keterbatasan fiskal daerah.

Permasalahan ini juga membuktikan adanya koordinasi dan komunikasi yang kurang berjalan dengan optimal antara pemerintah pusat dan daerah. Pengumuman melalui media YouTube yang diikuti dengan penerbitan berbagai surat edaran dari pemerintah pusat kepada daerah, ternyata tidak cukup membuat pemerintah daerah yakin dan mengusulkan formasi guru PPPK sesuai kuota maksimal yang diberikan. Akibatnya, dari rencana seleksi satu juta guru, hanya sebanyak 507.848 formasi yang dilaksanakan berdasarkan hasil verifikasi dan validasi kebutuhan guru yang diajukan oleh pemerintah daerah.

Dengan keterbatasan formasi yang diusulkan, kita dapat menangkap kenyataan bahwa kebijakan rekrutmen satu juta guru PPPK pada tahun 2021 tidak akan tercapai sesuai target. Dari formasi tersebut pun, berdasarkan data BKN yang diumumkan pada tanggal 31 Desember 2021, dari 1.213.374 orang peserta seleksi Guru PPPK Seleksi Kompetensi I dan Seleksi Kompetensi II hanya 293.757 orang yang lulus seleksi.

Tuntaskan Rekrutmen
Berbekal pengalaman dalam rekrutmen guru PPPK pada tahun 2021, upaya pembenahan diperlukan agar target untuk merekrut satu juta guru dapat dituntaskan pada tahun 2022 dan berikutnya. Rekrutmen satu juta guru harus dituntaskan, karena jika tidak, dikhawatirkan disparitas kualitas pendidikan antar wilayah menjadi lebih besar dan berpengaruh sangat besar pula bagi mutu pendidikan nasional.

Meskipun pemerintah pada Desember 2021 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, telah menjelaskan bahwa DAU yang ditransfer ke daerah pada tahun 2022 sudah mencakup alokasi dana untuk gaji PPPK Guru dan anggaran dimaksud sudah bersifat earmarked atau spesifik sehingga tidak dapat digunakan untuk belanja lainnya, namun penguatan koordinasi tetap diperlukan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat seia-sekata dalam mengatasi permasalahan kekurangan guru dan sekaligus membantu mengatasi permasalahan guru honorer.

Dengan demikian, kita bisa berharap satu demi satu permasalahan pendidikan dapat teratasi sehingga upaya pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang menjadi fondasi yang kokoh menuju ke sebuah negara yang maju sebagaimana prioritas pembangunan 2020 – 2024 benar-benar dapat diwujudkan.

—0O0—

*) Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, Kedeputian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Setkab
**) Analis Hukum pada Subbidang Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah, Kedeputian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Setkab

Opini Terbaru