Tingkat Partisipasi Pemilih dan Pengambilan Kebijakan di Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 26 Februari 2022
Kategori: Opini
Dibaca: 7.071 Kali

Oleh: Alwin J. Hamonangan, Aryo Akmal Fauzias, dan Arlington P. *)

Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia mampu menunjukkan bahwa demokrasi dapat diterapkan di negara dengan penduduk heterogen secara suku, agama, dan ras. Demokrasi dapat diartikan sebagai government of the people, by the people, and for the people yang bermakna bahwa rakyat menempati posisi penting yang menentukan arah kebijakan negara.

Manifestasi minimum dari sistem demokrasi adalah pergantian pemimpin secara reguler melalui pemilihan umum secara langsung. Di Indonesia, pemilihan pemimpin diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk memilih pejabat lembaga eksekutif dan perwakilan di lembaga legislatif yang terdiri atas:

1. Pemilihan umum (memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Anggota DPRD Kabupaten, dan Anggota DPRD Kota); dan
2. Pemilihan kepala daerah (memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota),
selain kedua pemilihan tersebut ada juga pemilihan kepala desa yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.

Dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, selain figur peserta pemilihan yang bersaing meraih suara rakyat, menarik juga untuk mencermati tingkat partisipasi pemilih dalam suatu pemilihan. Pemilih adalah warga negara indonesia yang memiliki hak suara dalam suatu pemilihan pemimpin. Jumlah pemilih yang hadir untuk memberikan suara pada hari pemilihan disebut sebagai tingkat partisipasi pemilih atau voters turnout. Signifikansi partisipasi pemilih tersebut akan membangun iklim politik serta demokrasi yang mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam penyelenggaraan negara.

Angka Partisipasi dalam Pemilihan
Tingginya partisipasi pemilih dapat dibaca sebagai penerimaan masyarakat atas penerapan sistem demokrasi di Indonesia dan harapan bagi terwujudnya kemajuan negara, sementara rendahnya partisipasi pemilih dapat menunjukkan bentuk ketidakpercayaan serta perilaku apatis masyarakat terhadap proses politik serta kehidupan bernegara.

Lebih jauh lagi, tingkat partisipasi pemilih juga dapat dijadikan barometer untuk mengukur beberapa hal, seperti menilai keberhasilan suatu pemilihan, menilai kesadaran politik rakyat/masyarakat, atau mengukur legitimasi peserta pemilihan yang menang.


Sementara di Indonesia, dalam 6 pemilihan terakhir (pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan kepala daerah), terdapat kenaikan tingkat partisipasi pemilih. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 menghasilkan partisipasi pemilih yang paling tinggi sebesar 81,9 persen, meningkat dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 sebesar 69,6 persen. Begitu pula dalam pemilihan kepala daerah, di mana partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah tahun 2020 sebesar 76,9 persen, meningkat dari pemilihan kepala daerah tahun 2015 (70 persen), 2017 (74 persen), dan 2018 (73,2 persen).

Meningkatnya partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah tahun 2020 yang mencapai 76,9 persen, menjawab keraguan sejumlah pihak karena pemilihan diselenggarakan pada masa pandemi COVID-19, sekaligus menunjukkan antusiasme masyarakat.

Menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024
Menghadapi tahun 2024, penyelenggara pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serta pemerintah perlu mempertahankan tren peningkatan partisipasi pemilih pada pemilihan umum (semester I) dan pemilihan kepala daerah serentak (semester II). Hal tersebut mengingat jumlah calon yang dipilih pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 lebih banyak dari jumlah biasanya yang dipilih masyarakat. Jumlah calon yang banyak serta tahapan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak yang panjang bukan tidak mungkin dapat menyebabkan kejenuhan bagi masyarakat.

Selain tingkat partisipasi pemilih yang secara kuantitatif sangat baik, pemerintah dan penyelenggara pemilihan juga perlu mendorong peningkatan kualitas partisipasi yang ada. Peningkatan kualitas ini dapat dicapai melalui pemberantasan politik uang, peningkatan kualitas kampanye, pemberantasan hoaks, serta penegakan hukum terhadap tindak pidana maupun pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.

Tingkat partisipasi pemilih yang sudah sangat baik merupakan salah satu modal bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024. Peningkatan kualitas partisipasi pemilih diharapkan dapat menghasilkan pemimpin terbaik yang mampu memperjuangkan kesejahteraan bersama.

Partisipasi dalam Kebijakan Penyelenggaraan Pemerintah
Semakin meningkatnya partisipasi pemilih pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan kepala daerah, diharapkan juga menjadi pertanda bahwa tingkat kedewasaan politik masyarakat dan antusiasme masyarakat dalam partisipasi politik meningkat. Artinya partisipasi politik masyarakat tidak hanya dengan hadir pada hari pemungutan suara saja, namun juga ikut aktif dalam penyusunan kebijakan yang mengarah pada keterlibatan masyarakat (ownership) dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama.

Pemerintah perlu terus membuka kanal-kanal yang dapat menampung aspirasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan karena keterlibatan masyarakat akan memberikan legitimasi lebih terhadap kebijakan tersebut. Selain itu perlu dukungan partai politik dengan memberikan pendidikan politik yang masif kepada masyarakat agar memiliki kecintaan pada bangsanya atau memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa dan negara.

-o0o-

*) Penulis adalah pegawai pada Kedeputian Polhukam, Setkab

Opini Terbaru